JAKARTA, lintasM – Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Mabes Polri untuk segera menangkap dan memproses hukum personel Brimob yang menabrak serta melindas seorang pengendara ojek online (Ojol) bernama Moh. Umar Aminudin saat aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI pada Kamis (28/8/2025). Tindakan tersebut dinilai sebagai pelanggaran pidana penganiayaan sekaligus pelanggaran prosedur pengamanan objek vital negara.
Pelanggaran Prosedur Pengamanan
Menurut IPW, tindakan rantis Brimob yang mengejar hingga melindas pengendara ojek online jelas melanggar prinsip dasar pengamanan objek vital. Seharusnya, tujuan utama pengamanan adalah melindungi personel, penghuni gedung, dan objek vital itu sendiri dari ancaman yang melawan hukum.
“Ketika objek vital sudah aman, maka misi pengamanan telah tercapai. Mengejar dan melindas pengemudi ojol yang tidak membahayakan petugas maupun objek vital adalah pelanggaran prosedur yang serius,” tegas Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso.
IPW menilai bahwa pengejaran massa aksi juga dilakukan secara tidak profesional. Rantis Brimob seharusnya menjaga jarak aman agar bisa mengendalikan situasi dan tidak menimbulkan korban. Posisi rantis yang terlalu dekat dengan massa aksi justru menciptakan blind spot yang membahayakan baik aparat maupun masyarakat.
Bukti Video: Rantis Tidak dalam Kendali Komando
Berdasarkan video yang beredar, terlihat jelas rantis Brimob bergerak tidak dalam kendali komando lapangan. Kendaraan taktis tersebut bahkan tampak melarikan diri dari kejaran massa tanpa koordinasi yang jelas, sehingga menimbulkan potensi jatuhnya korban lain.
IPW Desak Proses Penegakan Hukum Tegas
Atas insiden tersebut, IPW mendesak Divisi Propam Mabes Polri untuk segera menindak tegas personel Brimob yang terlibat. Penindakan tidak hanya berupa proses kode etik, tetapi juga proses hukum pidana agar ada kepastian keadilan bagi korban.
Selain itu, IPW juga mendorong evaluasi menyeluruh terhadap pola pengamanan objek vital DPR RI. Evaluasi harus dilakukan secara profesional, terukur, dan mengedepankan prinsip perlindungan HAM, sehingga tidak menimbulkan korban luka maupun kematian, baik dari pihak massa aksi maupun aparat kepolisian.
“Pemerintah dan Polri harus mencegah jatuhnya korban sipil akibat kekerasan aparat. Jika dibiarkan, hal ini hanya akan memicu kemarahan publik yang lebih besar,” tambah Sugeng.
Penutup
IPW menegaskan bahwa kasus ini menjadi momentum penting bagi Polri untuk membuktikan komitmen reformasi internal, penegakan hukum tanpa pandang bulu, serta pengamanan objek vital negara yang profesional.
Salam,
Sugeng Teguh Santoso – Ketua IPW
Data Wardhana – Sekjen IPW









